Dear David, Film yang Menormalisasi Pelecehan Seksual?

Sumber : Netflix

Beberapa waktu terakhir, media sosial diramaikan dengan tayangnya film Dear David yang berhasil menjejakkan diri di Netflix sejak 9 Februari 2023 lalu. Awalnya saya mengetahui film ini akan tayang dikarenakan melihat trailer film Dear David yang selalu muncul dalam iklan di sosial media saya. Menurut saya, siapapun yang melihat official trailer film tersebut pasti akan penasaran dan tertarik untuk menonton film ini, termasuk saya.

Pada awal menonton film, sejujurnya saya agak terpesona dengan grafik dan kualitas pengambilan video diawal film. Dikarenakan terlihat seperti film bergenre fantasi dengan visualisasi tempat yang luar biasa. Setelah itu film dilanjutkan dengan pengenalan tokoh Laras yang merupakan siswa berprestasi disekolah, namun ternyata menyimpan rahasia yang tidak diketahui oleh siapapun (yaitu membuat cerita bergenre dewasa). Dan reputasi Laras sebagai siswa berprestasi (yang pastinya memiliki citra yang sangat baik) terancam karena tulisan dewasa karya Laras tersebar luas bahkan sampai viral, sehingga membuat sekolah gencar mencari siapa penulis dari cerita tersebut.

Alurnya menurut saya cukup menarik, bahkan adegan dimana David dibully sempat menarik rasa simpati saya dan membuat saya merasa kesal kepada teman-temannya. Hingga sampailah ketika kepada scene dimana David melabrak Laras seusai scene pengampunan terhadap teman-teman sepersekutuan (sebenarnya bukan melabrak sih, lebih kepada meminta Laras mengaku karena David sudah mengetahui ia adalah penulisnya) menurut saya, dari sini mulai memasuki alur yang kurang realistis.

Hal itu dikarenakan bukannya marah, David malah merasa biasa saja dan meminta Laras untuk mendekatkan ia dengan Dila (dimana Dila merupakan seseorang yang pernah dekat dengan Laras), entah karena karakter David ini menurut saya terlihat sangat polos dan terlalu mudah memaafkan orang lain. Padahal harapan saya adalah David marah serta mengancam Laras, dan berakhir dengan mereka mencari tahu siapa pelaku yang sudah menyebarkan tulisan itu.

Cerita terus berlanjut dan yang membuat saya kurang relate lagi dengan alur cerita dari film ini adalah akhir yang mencengangkan dengan David yang jatuh cinta kepada Laras, dan pelaku yang menyebarkan tulisan itu tidak dihukum sama sekali (padahal di film seakan-akan berita tentang tulisan ini sangat fatal bahkan hingga viral, dan David sempat mengalami shock akibat bullying yang dia terima). Untuk dibilang sebagai film dengan genre romantis pun sebenarnya menurut saya film ini tidak terlalu terasa dalam romancenya. Sehingga saya sulit untuk menikmati film ini. Meskipun kembali lagi saya akui, kualitas acting pemain, dan juga pengambilan take video bisa dikatakan juara.

Saya akui mungkin saya yang terlalu menaruh ekspektasi lebih terhadap film ini, terlebih saya mengira film ini akan mengangkat kasus yang langka (dimana korban pelecehan seksualnya adalah laki-laki, dan pelakunya adalah perempuan). Ternyata hal tersebut tidak diangkat sama sekali, dan mungkin genre dari film ini memang hanya slice of life (meskipun menurut saya tetap saja terasa tidak relate). Ditambah lagi banyak kontroversi yang mengatakan bahwa film ini juga mengangkat isu LGBT (antara Laras dan Dila).

Lalu bagaimana menurut kanda, yunda, dan dinda? Mari berdiskusi bersama dikolom komentar!


By. Nisrina Mesi (Kabid PP 2022)

2 comments

  1. Saya belum nonton si yundaa
    1. Ayo gas ditonton! Abis itu kita diskusi.